Sebelum mengawali segalanya, kita harus tahu apa itu
kehidupan, sebab dengan mengetahui, akhirnya kita mengerti, lalu kita akan
memaknai, dan titik akhirnya kita tahu hakikat kehidupan yang kita jalani.
Ibarat cerita, ada seorang pemuda yang memiliki peliharaan
kucing. Dia melihati kucingnya melompat kesana kemari tak jelas apa maksudnya.
Pemuda itu tahu bahwa apa yang dilakukan kucingnya adalah melompat tidak jelas,
semakin lama ia sadar, ia mengerti kalau yang dilakukan si kucing adalah hal
sia-sia atau tak ada gunanya, sebab dari tadi hanya melompat-lompat tak jelas.
Kemudian dia kembali berpikir dan memaknai memang sepantasnya kucing itu
menyianyiakan hidupnya dengan hal-hal yang tidak jelas, seperti
melompat-lompat, kegiatan yang dilakukan si kucing tidak selayaknya dia tiru,
karena memang dia adalah manusia dan si kucing ialah hewan yang hanya memiliki
nafsu, tak punya akal seperti manusia. Dan tak lama kemudian dia sadar dan
merasa sangat bodoh atas apa yang dia lakukan, karena apa yang dia lakukan
hanyalah menyia-nyiakan waktunya, dengan melihat kucingnya yang melompat kesana
kemari menghabiskan waktu sorenya. Sementara si kucing yang memang hanya seekor
hewan tak berakal itu menyianyiakan hidupnya, dan sudah menjadi hak dan
kodratnya dia begitu. Malah ada seorang pemuda yang melihat kebodohan dan ternyata
dia lebih buruk dari kebodohan tersebut. Akhirnya pemuda itu mencari kegiatan
yang memang dirasanya perlu dikerjakan, sebab tak mungkin ada manusia di dunia
ini yang tidak memiliki masalah, sedangkan ia malah meihat hal yang bodoh dan
tak bermakna.
Nah itulah hakikat, yaitu saat dimana kita tak hanya tahu,
mengerti, lalu memaknai, namun juga tahu rahasia atau pesan dari kehidupan yang
dikirimkan kepada kita.
Apabila kita membuka hati dan pikiran, namun menutup nafsu
syahwat diri, kita akan mengetahui hakikat kehidupan yang banyak sekali di
isyaratkan kepada kita, namun kita melewatkannya begitu saja.
Lalu mengapa kita harus merasa perlu belajar mengungkap
hakikat kehidupan, alasanya adalah
- Hidup hanya sekali, tak mungkin kita mendapatkan pesan kehidupan itu berulangkali
- Penyesalan datang diakhir, bayangkan ketika kita mengalami sakaratul maut, dan saat itu pula kita sadar bahwa ada banyak hal yang seharusnya tidak aku lakukan, dan ternyata lebih banyak lagi hal-hal yang mestinya aku lakukan, bahkan kita tak bisa sekedar mengingatkan anak-anak dan cucu-cucu kita tentang hal yg ada dipikran kita, sebab nyawa sudah pd pangkal tenggorokan, Naudzubillah.
- Kebahagiaan yang melebihi bahagiaanya menjadi orang terkaya/terpopuler/ ter apapun didunia ini, karena hidup sendiri pun tanpa adanya pasangan akan bahagia, bila kita tau apa makna kesendirian itu, tak akan ada yang dieluhkan, tak akan ada yg dipermasalahkan.
Dari 3 hal tadi saya rasa cukup untuk mengingatkan batin
kita, tentunya menghayatinya dengan rasa diri (perasaan dalam benak hati kecil
kita), bukan dengan rasa konseptual (menurut kitab ini/ilmu yg saya pelajari,
begini.., saya ga boleh begitu...).
Saya akan beri contoh lagi, seringkali kita mengunggulkan
diri sendiri dibanding dengan orang lain bahkan makhluk lain, misal saja hal
paling remeh yang pernah kita temui yaitu pasir. Kita harusnya dapat belajar
dari hakikat kehidupan sebuah pasir, bahwa hidup yang kita jalani selama ini
mungkin malah lebih hina lebih berdosa dimata Tuhan dibanding sebuah pasir, kenapa?
Sebab pasir tak ada daya untuk melakukan apapun, dia hanya
diciptakan dan diperintah oleh Tuhan untuk berdiam diri (mau gimana lagi?).
Sebutir pasir dalam sebuah tanah longsor yang akhirnya menimpa dan membunuh
orang itu lebih mulia dibanding dengan sholat seorang muslim. Sebab pasir itu
mulia dikarenakan firman tuhan atau perintah langsung kepada pasir untuk
melongsorkan dirinya dan ikut mensukseskan kerja Malaikat izrail untuk
menewaskan seorang manusia pada waktu yang ditentukan, sedangkan seorang oknum
muslim tadi sholat dengan tata cara yang benar menurut peritah Tuhan namun ia
menjadikan solat ia sebagai lahan riya(membanggakan kealiman diri), lahan
meminta-minta banyak hal pd Tuhan, namun muslim itu tidak memperbaiki akhlak yg
ia lakukan selama ini.
Kehidupan kita
seyogyanya juga meniru kedua ciptaan mulia ini, yaitu kebijaksaan dari sebuah
air dan peringatan dari sebuah api. Air mencontohkan tinggi
ilmu/kekuasaan/harta kita, kita harus tetap merendahkan hati kita kepada
sesama, bahkan jika semakin tinggi air, maka semakin deras arus turunnya,
semakin tinggi ilmu atau kekuasaan kita, kita semakin kuat dalam mempertahankan
kemurah hatiaan kita. Lalu api mencontohkan ibaratnya awalnya kita semua adalah
makhluk yang hina dan tak memiliki arti/manfaat bagi Tuhan lalu kita
diberi kehidupan atau nyala api ole-Nya, dan nyala api itu arahnya selalu
keatas, berkebalikan dengan air, maka dari itu kita diperingatkan untuk tidak
menyombongkan diri, karena diawal kita hanyalah kayu bakar yang tak berarti yang
diberi kehidupan yang mana hanya sebuah titipan sementara yang sewaktu-waktu
dengan bebas Tuhan ambil.
Sekian,
Terima Kasih. Semoga bermanfaat.